Fee Blogger 2025: Harapan vs Realita ala Blogger Semarang

Pernah nggak sih, denger kata “fee blogger” terus langsung kepikiran duit banyak, job melimpah, dan hidup enak? Eits, tunggu dulu! Realita di lapangan kadang nggak seindah harapan. Kali ini, kami mau curhat soal pengalaman kami sebagai blogger yang aktif liputan ala jurnalis. 

Catatan: ini bukan standar baku ya, cuma pengalaman pribadi yang mungkin relate buat kamu yang juga ngeblog atau pengen tahu dunia blogging di 2025.

Liputan Event: Dari Uang Transportasi Sampai Harapan Tinggi

Sebagai blogger yang udah lumayan lama main di dunia liputan event, kami cukup paham berapa “harga” yang biasa kami dapat. Penyelenggara event, baik dari pemerintahan atau swasta, biasanya menyebutnya uang transportasi. Nominalnya? Rata-rata Rp100.000–Rp150.000 per event. Paling sering sih Rp150.000.

Dulu, pas awal-awal dapat fee segini, rasanya seneng banget. Maklum, blogger kala itu masih jadi “teman” media besar atau jurnalis resmi. Bisa ikut liputan bareng mereka udah bikin bangga, apalagi kalau pulang bawa amplop. 

Tapi, masuk 2025, dunia blogging nggak sesimpel dulu. Persaingan makin ketat, apalagi sekarang penyelenggara lebih sering pilih influencer atau konten kreator ketimbang blogger. Media besar juga masih jadi primadona. Nah, di tengah persaingan ini, kami dapet pengalaman yang bikin cerita menarik sekaligus bikin… sigh.

Undangan Mendadak dan Janji Manis

Juli 2025, pagi-pagi buta, masuk pesan WhatsApp: undangan liputan event! Yang bikin kaget, acara itu cuma beberapa jam lagi. Mendadak banget, bro! Tapi, karena job liputan akhir-akhir ini sepi, kami nggak mau sia-siain kesempatan. Apalagi, penyelenggara bilang kami direkomendasikan, plus ada janji uang transportasi. Wah, aman dong, pikir kami.

Kami bahkan diminta ajak blogger lain. Sayangnya, cuma satu rekan yang bisa ikut karena waktu yang super mepet. Dengan semangat dan rindu liputan, kami datang dengan hati riang. Bayangan kuota internet sebulan udah aman terbeli terlintas di kepala. 😄

Tugas Dadakan: Dari Blogger Jadi Influencer

Sampai di lokasi, suasana asik, event-nya juga bukan kaleng-kaleng, ada brand besar di belakangnya. Tapi, tiba-tiba penyelenggara minta kami posting di Instagram selama acara berlangsung. Wait, what? 

Ini kan tugas influencer, bukan cuma liputan biasa yang biasanya cuma nulis di blog. Tapi, karena udah terlanjur excited, kami iyain aja. Kami posting live, bikin feed, bahkan kasih bonus video pendek eksklusif di Instagram. Akun kami yang followers-nya udah di atas 20 ribu? Pasti worth it dong, pikir kami.

Kami mulai membayangkan fee yang lebih gede dari biasanya. Soalnya, tugas dobel: liputan ala blogger plus posting ala influencer. Biasanya, kalau cuma liputan, Rp150.000 udah standar. Nah, kalau ditambah kerjaan medsos, apalagi dengan followers segitu, bayangan kami sih minimal dua kali lipat. Wishful thinking? Mungkin.

Realita yang Bikin Elus Dada

Acara selesai, tulisan di blog udah rapi, postingan Instagram udah kece, tapi… amplop putih yang biasanya langsung diselipkan kok nggak ada? Fee-nya ditunda, katanya bakal ditransfer. 

Oke, kami masih positif thinking. Beberapa hari kemudian, pesan dari penyelenggara masuk. Nominalnya? Rp100.000. Iya, cuma seratus ribu.

Kaget nggak? Kaget lah! Bukan soal nominalnya doang, tapi event sekelas ini, dengan brand besar, dan tugas dobel yang kami kerjain, cuma dihargai segitu? Kami protes dong. Jawaban penyelenggara? 

“Itu standar fee buat blogger.” Lho, tapi kan kami juga kerja ala influencer, posting live, feed, sampe video pendek! Tapi ya sudahlah, pasrah. Apalagi job liputan akhir-akhir ini susah banget didapat.

Pelajaran dari 2025: Standar Harus Dibuat!

Pengalaman ini bikin kami mikir ulang. Dunia blogging di 2025 memang nggak gampang. Fee blogger nggak punya standar baku, apalagi kalau penyelenggara dari luar kota, seperti Jakarta, yang kami kira bakal kasih rate lebih tinggi. Realitanya? Ternyata sama aja, bahkan cenderung lebih pelit.

Tapi, dari kejadian ini, kami belajar sesuatu: kalau penyelenggara punya standar fee, kami sebagai blogger juga harus punya standar sendiri. Mulai sekarang, kalau ada undangan liputan, kami bakal jelasin dulu apa saja yang kami kasih: liputan blog, posting medsos, atau kombinasi keduanya. Biar nggak ada lagi drama “harapan vs realita” kayak gini.

Buat temen-temen blogger Semarang atau di mana pun, pengalaman ini mungkin jadi pengingat. Bersyukur sih, masih bisa liputan dan dapet fee, tapi jangan lupa bikin batasan yang jelas soal kerjaanmu. Biar blogging tetep asik, nggak cuma bikin elus dada. 

📷 Ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

  1. Iya betul, kita musti bikin standart rate card untuk liputan dan hatus jelas di awal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeah! Semoga kita terus dilimpahkan rezeki, aminn!

      Hapus
  2. sekarang event di Palembang juga jarang.. udah nggak dipake lagi blogger :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. DUh, dah. Thanks koh udah kasih info. Ternyata bukan hanya di Semarang saja, ya. 🥲

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan Dengan Retizen, Platform Blog Dari Republika