Ketika Gen Z Tak Lagi Pakai Google untuk Cari Info di Internet, Apa yang Harus Dilakukan Bloger?
Meski kabar ini sudah kami dengar beberapa waktu belakangan, namun sepertinya harus kami posting di blog LBI. Siapa tahu ada yang nggak ngeh dan ingin memantabkan kontennya yang sudah terjun sebagai konten kreator.
Lewat artikel terbarunya yang diposting tanggal 12 September 2024, CNN Indonesia menulis dalam lamannya dengan judul 'Gen Z Tak Lagi Pakai Google untuk Cari Info di Internet, Apa Gantinya?'
Ya, ini berhubungan dengan platfrom TikTok. Di mana para generasi Z sudah tidak lagi mengandalkan Google sebagai tempat pencarian info yang mereka cari. Generasi yang lahir dari tahun 1997-2012 ini sekarang mengandalkan TikTok dan Instagram.
"Selamat tinggal Google. Audiens yang lebih muda melakukan 'pencarian', bukan 'googling'," kata Shmulik, melansir Business Insider yang merupakan seorang analis internet di Bernstein Research.
Gen Z cenderung menyukai TikTok
Menurut Shmulik, para Gen Z kini semakin sering membuka media sosial seperti TikTok untuk mencari rekomendasi restoran, langsung ke agregator berskala besar seperti Amazon untuk ritel, dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif seperti ChatGPT untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.
Bernstein, merujuk survei yang dilakukan oleh Forbes Advisor dan Talker Research terhadap 2.000 orang Amerika, mencatat sebanyak 45 persen Gen Z cenderung menggunakan "pencarian sosial" di platform seperti TikTok maupun Instagram, alih-alih Google.
Sementara itu, hanya 35 persen generasi milenial yang melakukan pencarian di TikTok maupun Instagram, Gen X 20 persen, dan generasi Boomers 10 persen.
Bahkan ketika Gen Z semakin dewasa, mereka semakin mengandalkan media sosial sebagai mesin pencarian utama mereka.
"Gen Z juga tumbuh di era internet yang relatif matang. Sudah menjadi kebiasaan bagi para pengguna ini untuk langsung menuju ke sumbernya. Dunia ini [internet] tidak besar dan menakutkan, ini hanya rumah bagi Gen Z," ujar dia.
Bagi generasi muda, platform media sosial menjadi cara mereka untuk mencari tahu apa yang harus dibeli, tempat makan, dan bagaimana cara mereka menghabiskan waktu.
Menurut data GWI Core, pada tahun 2023, sekitar 52 persen Gen Z mengatakan mereka menggunakan media sosial sebagai mesin pencari utama untuk merek, produk, dan layanan.
Situs media sosial seperti Instagram dan TikTok juga dapat menjawab kebiasaan Gen Z yang gemar mencari barang untuk dibeli secara online dengan platform e-commerce mereka sendiri dan penyesuaian iklan.
Google sebenarnya sadar
Masalah ini bukannya tak disadari internal Google. Prabhakar Raghavan, wakil presiden senior Google, dalam sebuah konferensi Fortune's 2022 Brainstorm Tech mengakui bahwa saat ini Gen Z memang lebih senang mencari informasi di TikTok atau Instagram.
"Sekitar 40 persen anak muda, ketika mereka mencari tempat untuk makan siang, mereka tidak membuka Google Maps atau Search. Mereka pergi ke TikTok atau Instagram," kata Raghavan, mengutip Fortune.
Keterpurukan mesin pencari Google diperparah dengan kekalahan gugatan antimonopoli baru-baru ini.
Hakim federal sebelumnya memutuskan raksasa teknologi itu memonopoli pasar pencarian. Perusahaan induk Google, Alphabet, membayar US$26 miliar untuk menjadi mesin pencari default di ponsel pintar dan peramban web, yang secara efektif mencegah mesin pencari pesaing di pasaran.
Apa yang harus dilakukan para pemilik blog?
Sebagian bloger yang kami kenal memang sudah membangun branding di platform video pendek semacam TikTok maupun Instagram Reels. Namun terkadang itu juga bisa jadi pisau bermata dua. Ini bisa jadi tantangan dan juga ancaman. Yang melihat ini sebagai peluang, tentu ini adalah tantangan. Dan sebaliknya.
Yah, ibaratnya sudah dapat pengaruh bagus di platform video pendek, kenapa masih harus nulis di blog juga? Toh, pada akhirnya sama. Dan brand juga sekarang lebih mencari konten kreator yang berbasis video, bukan tulisan.
Nah, jika kamu masih fokus di tulisan atau blog, segera mempertimbangkan. Tidak perlu harus jadi pembuat konten di sana (video pendek). Fokus tetap di tulisan, namun gunakan video pendek sebagai alatnya saja yang tujuannya memasarkan konten yang berasal dari blog.
Atau sebagai pelengkap tulisan yang menunjang informasi menjadi lebih lengkap dan detail. Kan tiap postingan yang kita unggah di TikTok atau Reels atau Shorts YouTube bisa ditempel (embed) videonya. Taruh aja di sana (blog).
Artikel aslinya klik di sini.
....
Waktu terus berjalan dan perkembangan juga terus berubah. Dengan mengetahui informasi ini, setidaknya kita bisa ambil langkah strategis untuk ke depannya apa yang harus dilakukan.
Mengikuti arus atau fokus saja tanpa peduli dengan perubahan. Yah, jika menulis sekedar posting untuk membuat perasaan tenang (terapi diri) tidak masalah untuk bertahan dengan terus menulis saja.
Tapi jika arahnya mengejar cuan, pengaruh branding dan hubungan, sepertinya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus lebih baik lagi.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar